suasana di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa yang baru.
Srawung
sebagai salah satu budaya Jawa telah mengajarkan bagaimana kita sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri untuk saling mengunjungi orang lain. Baik
saudara, tetangga atau
kawan jauh sekalipun.
Secara
etimologis srawung diartikan sebagai kontak sosial, dimana satu sama
lain bertemu, saling sapa dan ngobrol bareng dengan waktu yang tidak sebentar.
Sehingga semua hal akan dibicarakan disitu, dari hal yang penting sampai
hal-hal yang tidak berfaedah. Tidak hanya itu, srawung dimaknai
sebagai pertemuan antara satu dengan yang lain hingga muncul rasa, belajar dan
mencari inspirasi dari orang lain atau ngangsu kaweruh.
Melihat
fenomena yang terjadi, Lemper
selaku Lurah Unit Kegiatan Mahasiswa
Komunitas Teater Didik
(UKM KTD) mengatakan bahwa
budaya srawung di UKM
memang dalam fase mengkhawatirkan,
hanya beberapa orang yang mau sesrawungan dengan kawanya dari UKM lain. Paling
ya hanya anak itu-itu saja, yang lain masih lebih nyaman dengan sekrenya
masing-masing.
Mengumpulkan
orang itu memang susah, perlu kesabaran dan ketelatenan. Kurun waktu 2013-2014
budaya srawung sempat hangat di kalangan
anak-anak UKM, hampir setiap malam mereka berkumpul. Berawal dari obrolan biasa
menjadi pembicaraan yang agak menarik. Keresahan-keresahan atas kondisi kampus
yang dianggap tidak berjalan pada relnya menjadi topik menarik untuk
dibicarakan. Puncaknya pada tahun 2015 terjadi demo besar-besaran menolak jam
malam dan pesantrenisasi. Itu pun
berawal dari segelintir orang yang sering srawung sampai akhirnya orang lain terpantik dengan
gerakan mereka. Sejak saat itulah UKM menjadi pusat isu kampus, banyak orang
yang datang ke UKM ketika ada permasalahan atau isu hangat di kampus. Terang
Munir anggota UKM Seni Rupa (SENRU).
Solihun
dari Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Faktapala
menjelaskan, punahnya budaya srawung juga berakibat pada matinya dinamika kampus. Sepi
dari kepekaan atas isu-isu mahasiswa, apalagi mereka yang mendapat label
aktivis harusnya diskusikan.
Lebih
parah, daya saing antar UKM juga akan melemah. Dalam artian ketika mereka
sering srawung otomatis akan saling tahu apa yang sedang UKM lain kerjakan,
sehingga dengan sendirinya mereka terpantik dan timbul keinginan untuk bisa
bahkan melampaui apa yang UKM lain laksanakan (ngangsu kaweruh).
Dibalik
kesusahan-kesusahan itu semua, budaya srawung di kalangan anak-anak UKM masih
sedikit terjaga. Pada beberapa kesempatan masih bisa ditemui segerombol bocah
dari segelintir UKM yang menyempatkan diri untuk saling sapa. Ditemani secangkir
kopi dan sebatang rokok joinan, gelak tawa mereka seolah mengintimidasi
kaki-kaki yang lewat begitu saja tanpa mampir. Hampir setiap sore mereka
bermain bola bersama di lapangan kampus. Dari yang tadinya dua, tiga anak,
menjadi banyak karena setiap kali mereka berangkat ke lapangan pasti mampir ke
sekre-sekre yang terlewati dengan melontarkan kata-kata tantangan agar mereka
yang diajak merasa cemen kalau tidak meladeni tantangan Ciblek dan bang Upil.
Selain
itu, kemesraan anak-anak UKM dalam bersosial atau srawung juga sangat terlihat
ketika di kantin. Bukan sekedar membeli makanan atau minuman, mereka juga
membantu melayani pembeli, membereskan meja dan mencuci gelas. Tak ayal mereka
sering mendapat makanan gratis dari kang Toha yang dijuluki sebagai bapak
mahasiswa oleh anak-anak UKM.
Toha
juga turut berkomentar tentang kondisi UKM yang mulai kehilangan budaya
srawungnya. Menurutnya kalau kesibukan masing-masing UKM/UKK pastilah tidak ada
habisnya atau ora ana rampunge. Tapi,
kepentingan bersama pastilah ada. Dengan demikian UKM/UKK akan saling
bersinergi dan maju bersama.
Ponde, salah
satu punggawa UKM Master juga
berpesan pada anak-anak UKM, kalau komunitas-komunitas atau organisasi di luar itu sering mengadakan agenda kumpul
bareng. UKM/UKK bisa mengadakan hal demikian untuk mengumpulkan anak-anak. Yang
sudah ada kan Teater
Didik dengan gairah
malam jum’atnya. Mugkin bisa dihidupkan kembali.
Rencana
syukuran gedung baru PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) pada
tanggal 13 april mendatang diharapkan bisa menjadi awal bangkitnya atau
hangatnya kembali budaya srawung diantara anak-anak UKM. Semuanya ada di acara
tersebut, mulai dari perencanaan, persiapan sampai pada terselenggaranya acara
tersebut besok. Banyak yang berharap acara tersebut tidak berhenti sampai
disini.
Penulis: Arif supiyanto. Pimpinan Umum LPM Obsesi. Mahasiswa PAI smester delapan yang
menolak bayar UKT semester sepuluh.
|
0 Komentar