Ticker

6/recent/ticker-posts

Teriakan Sang Proklamator, Masih Pantaskah?

Ilustrasi by Alya
LPM OBSESI
Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncangkan dunia. Inilah teriakan Sang Proklamator yang sangat membakar semangat waktu itu. Mari kita garis bawahi kata pemuda pada quotes kedua. Dengan percaya diri Sang Proklamator mengagungkan pemuda pada waktu itu. Namun memang benar, pemuda saat itu sangat berkontribusi untuk kemerdekaan. Pemuda gagap teknologi yang mampu memeluk penjajah, menyuguhkan kebebasan untuk pemuda selanjutnya. Mereka merintis pergerakan kemerdekaan Indonesia, berperan aktif sebagai ujung tombak, selalu siap mengantarkan Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Lalu bagaimana dengan pemuda saat ini ? masih gapap teknologi ? masih berkontribusi penuh untuk negara ? 

Penyebutan pemuda berdasarkan usia memang banyak sekali pendapat, akan tetapi ada yang meyebutkan bahwa pemuda ialah mereka yang memiliki rentang usia antara 16 sampai 30 tahun. Pemuda digadang-gadang sebagai pemilik fisik yang kuat dan produktif. Bahkan, karena begitu sayangnya Negara dengan pemuda, mereka diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Begitu besar harapan bangsa terhadap pemuda. Berharap merekalah yang menjadi bagian dari pembangunan nasional. Akan tetapi jika melihat kenyataan saat ini, tidak sedikit pemuda yang memilih pasif dan tidak produktif.

Beragam pilihan jalan yang bisa mereka ambil untuk mengisi masa mudanya. Ada yang memilih untuk memperjuangkan pendidikannya, ada yang memilih untuk menjadi pemuda santuy dengan banyak gaya, ada yang memilih untuk menjadi dirinya sendiri dengan hidup bebas sampai bablas, bahkan ada yang hanya memilih rebahan di rumah sambil Hp-an senyum-senyum sendiri karena dapat pesan dari doi, ada lagi yang hanya nge-game  pagi-siang-malam sampai harus masuk rumah sakit karena mata bengkak akibat radiasi HP. Ditambah lagi masa pandemi seperti saat ini, kaum rebahan dianggap paling berkontribusi dalam memutus rantai penyebaran virus corona karena mereka paling semangat untuk mengikuti anjuran #dirumahaja. Namun, perlu diperhatikan bahwa masa pademi seperti ini bukan menjadi alasan untuk bermalasan-malasan di rumah tanpa melakukan hal yang lebih produktif. 

Kegiatan produktif yang menunjang agar tetap #dirumahaja sangatlah banyak. Seperti halnya dapat dilakukan untuk pengembangan soft skill yang menunjang karir di masa depan. Contoh kecil seperti melakukan manajemen waktu. Meskipun #dirumahaja kita harus tetap memanagement waktu keseharian kita, karena kemampuan untuk merencanakan, membagi, dan mengeksekusi tugas sangat diperlukan dalam dunia kerja. Sehingga di masa pandemi yang cukup lama ini, kita tetap membiasakan diri untuk tetap hidup dengan teratur. Kemudian masih banyak lagi, dapat kalian tambahkan referensi dari berbagai sumber yang sekiranya dapat diterapkan untuk mengisi waktu selama #dirumahaja. 

Kemudian dapat direnungkan, bagaimana jika masa pandemi covid-19 ini berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, mau menjadi apa pemuda yang hanya bermalas-malasan seperti ini ? terus-terusan golar-galer di rumah tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Apalagi bagi seorang mahasiswa, mereka terlena dengan kuliahnya yang lebih ringan yaitu hanya kuliah daring sambil tiduran tanpa harus bergegas mandi ataupun dandan bagi perempuan untuk sekedar mengikuti perkuliahan. Ditambah lagi, mahasiswa yang sangat cerdik, mereka hanya menunggu jam kuliah dimulai, bergegas untuk absen diawal, kemudain ditinggal dan kembali diakhir perkuliahan dengan unjuk diri menjawab salam penutup dari dosen. Mau menjadi apa mahasiswa seperti ini ? Tidak melakukan pengembangan diri untuk mengasah skill lainnya, kuliah tidak mendapat ilmu, kuota habis, uang tabungan menipis karena tidak diberi uang saku. Hingga mendekati lulus masih berjalan di tempat. Tidak ada skill lain, tapi dituntut untuk lulus tepat waktu. Alhasil, Negara harus menampung sarjana pengangguran. Menambah angka pengangguran di Indonesia yang sangat tinggi. Seperti dilansir dari lamppost.co menyebutkan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2019 sebanyak 7,05 juta orang. Ditambah lagi per-Juni 2019 Survei dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkotika. Pemuda yang dianggap menjadi pembelajar pun menjadi pengonsumsi narkotika, lalu bagaimana mereka yang memiliki pendidikan rendah ? Masih pantaskah teriakan sang proklamator untuk kita teriakan saat ini ? 

Layaknya pemuda masa Soekarno dulu. Keadaan mereka tidak lebih baik dari keadaan pemuda saat ini. Jauh dari kata modern, bahkan tidak megenal teknologi seperti halnya saat ini. Akan tetapi, mereka dapat meunjukkan jati dirinya sebagai pemuda. Menjadi garda terdepan dalam melawan penjajah, berjuang menegakkan kedaulatan untuk bangsanya sendiri. Lalu apa yang dapat dilakukan oleh pemuda saat ini ? Jika tidak lagi dapat mengangkat senjata, tidak lagi berjuang di medan perang, setidaknya mampu membawa dirinya mejadi pribadi yang semestinya, memiliki karakter kebangsaan, tidak pasif dan memberikan kemanfaatan minimal untuk lingkungan disekitar tempat tinggalnya.

Penulis : Chanti Balqis/LPM Obsesi

Posting Komentar

0 Komentar