PURWOKERTO- Menanggapi sanksi akademik terhadap sepuluh Mahasiswa Universitas Nasional (UNAS), Front Mahasiswa Nasional (FMN) cabang Purwokerto dan BEM Universitas Jendal Soedirman (UNSOED) menggelar aksi solidaritas pada Sabtu, (11/6), di depan patung kuda Unsoed.
![]() |
Foto: Dok.OBSESI |
“ Ini aksi solidaritas untuk kawan-kawan UNAS, khususnya FMN dan
kawan-kawan Aliansi UNAS Gawat Darurat (UGD) yang tanggal 9 Juli kemarin, hari
kamis itu direpresif dengan SK DO, dan
juga skorsing serta sanksi yang berat terhadap masa aksi tentang tuntutan uang
kuliah yang murah dan transparansi yang dilakukan Aliansi UGD.” Ungkap Aulia Ahmed selaku anggota FMN.
Aksi yang ditujukan kepada Rektorat serta Dekan
UNAS ini dimulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pada 13.00 WIB.
Aksi ini dilatar belakangi oleh pengeluaran sanksi akademik terhadap 10
Mahasiswa UNAS yang terdiri dari sanksi SK Drop Out terhadap dua mahasiswa
yaitu Krisna Aji dan Deodatus, surat skorsing terhadap Alan dan Sukarno, dan
surat peringatan keras terhadap Thariza, Immanuelsa, Fikram, Zaman, Robi dan
Rinaldi. Krisna Aji dan kawan-kawan mendapatkan sanksi akademik tersebut atas
dasar bahwa mereka dinilai telah merugikan kampus dengan aktivitas perjuangan menuntut hak
mahasiswa dan rakyat untuk kuliah murah. FMN ranting UNAS bersama dengan mahasiswa UNAS lainnya
yang tergabung dalam Aliansi UNAS Gawat Darurat sejak Mei 2020 terus
menyampaikan aspirasi dan tuntutan mahasiswa UNAS. Tuntutan mahasiswa UNAS ini
dipicu oleh birokrat UNAS yang hanya memberikan potongan biaya kuliah sebesar
RP 100.000/mahasiswa, ditengan pandemi COVID-19 yang memukul perekonomian
rakyat. Dan juga diketahui bahwa UNAS sudah melakukan penghematan
operasionalnya selama keberlangsungan kuliah daring, dan bahkan mereka memotong
gaji para pekerjanya, padahal awal semester 2020 para Mahasiswa UNAS sudah
membayar secara penuh UKT mereka.
![]() |
Foto: Dok.OBSESI |
Dalam aksinya, Aliansi UGD menuntut adanya
transparansi dana operasional. Namun, pihak UNAS justru merespon negatif tuntutan ini. Berkedok pemanggilan oleh komite kedislipinan untuk klarifikasi, mahasiswa yang dipanggil dipaksa untuk mengaku salah karena telah mencemarkan nama baik
kampus serta diminta untuk menandatangani surat pernyataan. Lebih jauh lagi, dari informasi
yang didapat, pihak kampus kerap melakukan kekerasan dalam penanganan
aksi demonstrasi yang dilakukan Mahasiswa. Meski demikian, mereka tetap teguh
dalam menuntut haknya melalui berbagai aksi, melayangkan surat dialog terbuka kepada rektor, juga kampanye di media sosial.
Pengeluaran
sanksi akademik tersebut menimbulkan anggapan bahwa pihak rektorat UNAS anti
kritik, anti ilmiah dan anti demokrasi yang membuat mahasiswa geram.
“ Dari FMN itu menyerukan aksi
serentak tanggal 9 Juli, tapi tidak menutup kemungkinan kami melakukan aksi ini
kemarin dan hari ini begitu. Itu ada dibeberapa kota yang tersebar di cabang kota
dan kampus itu ada di Makasar, Jakarta, Solo, Purwokerto, terus ada di Bandung,
dan Lombok, terus Pontianak juga, serta Lampung dan juga Jambi.” Ujar Aulia Ahmed menjelaskan.
![]() |
Foto: Dok.OBSESI |
Dari aksi solidaritas ini, mereka menyerukan beberapa tuntutan, yaitu :
1. Hentikan intimidasi, kriminalisasi dan tindakan anti demokrasi lain
terhadap Mahasiswa UNAS.
2. Patuhi tuntutan Mahasiswa untuk pemotongan biaya kuliah UKT/SPP
selama masa pademi Covid-19. Serta berikan bantuan bagi Mahasiswa dan dosen
dalam menunjang pembelajaran jarak jauh.
3. Wujudkan sistem pendidikan yang ilmiah,
demokratis dan mengabdi pada rakyat.
Dikabarkan aksi solidaritas ini akan terus dilakukan apabila tidak ada
tanggapan dari pihak UNAS. Menurut informasi yang didapat, FMN dan
aliansi-aliansi lainnya akan
menggelarkan aksinya kembali serentak secara nasional pada hari Minggu, 12 Juli
2020. Pihak internal FMN juga akan menyerukan dan mengkampanyekan dengan bom SMS dan menyurati email
rektor UNAS dan juga Dekan UNAS.
Reporter : Iqbal (Magang)
Editor : Arifa
0 Komentar