Ticker

6/recent/ticker-posts

Seri Teladan Humor Sufistik : Pemimpin Yang Gemblung

           

            Banyak dikatakan oleh pakar manajemen bahwa di zaman sekarang banyak bermunculan orang yang mengatasnamakan dirinya pemimpin, tapi mereka tidak memiliki jiwa kepemimpinan atau leadership. Mereka adalah para pemimpin gemblung yang lahir secara karbitan. Para pemimpin yang hebat adalah lahir dari bawah, dari masyarakat, dan akan terus mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat.

Dalam sejarah kepemimpinan klasik, kita mengenal tokoh yang dituakan dan dihormati, karena kearifan, kecakapan, dan senioritas kemudian dijadikan pemimpin; primus inter paress. Kepemimpinan nasional benar-benar dalam kondisi yang memprihatinkan dan mengenaskan. Mereka saling berebut dan mengatasnamakan dirinya pemimpin umat, rakyat, wong cilik atau entah apa namanya, tapi mereka sebenarnya tidak lebih dari para pecundang yang tidak mengerti apa itu kepemimpinan.

Untuk mengembangkan seri teladan sufistik, adanya kehadiran buku yang berjudul Seri Teladan Humor Sufistik : Pemimpin yang Gemblung memang sudah banyak dilempar ke pasaran buku-buku tentang humor sufi yang jumlahnya bisa ratusan. Akan tetapi, masih ada ruang yang dirasa masih kosong. Masih ada yang dirasa harus diisi yaitu, bagaimana agar pesan-pesan yang ada di dalamnya bisa dipahami dengan baik, dan kemudian bisa dimaknai oleh adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah.

Sang raja beranjak sepuh alias menua, dan beliau kebetulan tidak memiliki seorang putra mahkota maka dia pun mencoba mencari cara memilih calon sang raja. Dan calon yang akan diuji adalah dua orang dekatnya yang sama-sama mengabdi dan setia kepada raja. Kedua orang itu adalah perdana menteri dan sang juru masak istana. Mereka melaksanakan tes kelayakan yang diajukan oleh raja adalah sebuah tes yang sangat sederhana,bahkan sederhana. 

Seorang penguasa kecil ingin dipuji-puji di depan atasannya oleh rakyatnya itu biasa. Malah dengan mendapatkan pujian dari rakyat maka dia menganggap kemimpinannya berhasil. Atau setidaknya, dia bisa bersesumbar kecil kalau dirinya adalah pemimpin yang disukai dan dihargai rakyatnya.

Pada masa Khalifah Harun ada hakim yang dikenal benar-benar memegang teguh prinsip keadilan. Karena kelewat adilnya, maka sang hakim memahami keadilan sebagai prinsip sama rata dan tidak pandang bulu. Tapi sayang, keadilan itu sendiri sering ditafsirkan terlalu jauh, hingga akhirnya keluar dan merusak makna dan semangat keadilan itu sendiri.

Suatu hari di tengah panas mentari Jenderal al Hajjaj berteduh santai dibawah pohon dan ada seorang petani yang dipanggil olehnya. Tetapi petani tersebut tidak mengetahui bahwa yang memanggil adalah al-Hajjaj. Dan setelah itu petani tersebut diberikan beberapa pertanyaan oleh al-Hajjaj. Setelah petani menjawab semua pertanyaan dan memutuskan melanjutkan perjalanan, tiba-tiba setelah berjalan beberapa saat, beberapa orang tentara datang dan menangkap petani tersebut atas perintah Jenderal al-Hajjaj. Setelah petani itu ditangkap, petani baru mengetahui bahwa yang memanggil dan memberikan pertanyaan adalah Jenderal al-Hajjaj, kemudian petani tersebut langsung meminta maaf kepada Jenderal al-Hajjaj atas perbuatan yang sudah dilakukan. 

Seorang Hakim yang bernama Abi Himar ingin segala pekerjaannya dilihat oleh gubernur. Mental semacam ini sudah biasa menjangkiti pejabat yang tidak punya integritas,mental mencari muka,dan bermanis-manis di depan atasannya. Mencari muka adalah model kinerja orang-orang yang tidak memiliki prestasi. Karena tidak memiliki prestasi,kemudian dia menggunakan cara-cara konvensional dan primordial sebagai kompensasi untuk meraih suatu posisi atau jabatan.

Sang hakim di sebuah wilayah menjadi imam sholat jamaah. Ini sudah menjadi tugas dia sehari-hari. Pada suatu hari ketika hakim sedang menjadi imam jamaah sholat maghrib ia membacakan Surat Al Lahab. Saat hakim sedang membacakan akhir kalimat, dia membacanya dengan iqlab bacaan yang suaranya dibalik. Lalu, hakim pun mengulangi bacaannya dan ketika sampai pada penghujung ayat yang tadi, dia membaca, abi lababiuwabi" ditambah "i" pada pengakhirnya. Dan tiba-tiba makmum yang lain berkomentar, la haula wala quwwata illa billah. Ungkapan kali ini benar-benar membuat kesabaran sang hakim hilang, "Ini salah, itu salah!" "Lalu, yang benar mana dong?" teriak sang hakim sembari membalik badan ke belakang dengan tangan dikepal gemas menatapi wajah makmumnya. Sholat jemaah pun batal lantaran sang ha kim kurang Pe-De alias percaya diri.

Seorang penguasa pada jaman dahulu keluar malam untuk mengetahui kehidupan warganya pada malam hari. Sang penguasa berjalan sendiri dalam gelap malam. Anehnya, sang penguasa juga tidak membawa lampu untuk menerangi jalan dan menabrak orang. Akibat kejadian itu, sang penguasa menjadi berang. Kemudian dia pun menyalahkan orang tadi kenapa tidak membawa penerangan dan memarahi pengendara supaya membawa penerangan. Kejadian tersebut terjadi ketiga kalinya, dan penguasa memarahi pengendara karena tidak membawa penerangan lagi.

Hasan al-Basri punya sentimen dengan Ibnu Sirin. Setiap kali nama Ibnu Sirin disebut maka perut Hasan al-Basri tiba-tiba merasa mual. Tapi suatu ketika Hasan al-Basri mengalami mimpi aneh. Karena dia merasakan ada yang aneh dengan mimpinya,dia pun gelisah. Dia ingin ada orang yang bisa membantu menafsirkan dan mentawilkan mimpinya itu. Tetapi yang bisa membantu menafsirkan dan mentawilkan mimpinya adalah musuh bebuyutannya yaitu Ibnu Sirin. Hasan al-Basri terkenal sangat jaim dan gengsi terhadap Ibnu Sirin. Adanya kejadian mimpi aneh disitulah akhirnya Hasan al-Basri tidak jaim atau tidak gengsi meminta bantuan kepada Ibnu Sirin.

Ketika Zulaikha beranjak remaja, Zulaikha bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang sangat tampan. Dalam mimpinya pemuda itu mengatakan dirinya berasal dari Mesir. Zulaikha dilamar raja-raja dan orang-orang kaya dia menolak, tetapi ketika ada seorang pejabat petinggi Wazir dari kerajaan Hykos Mesir melamarnya dia langsung menyetujuinya karena seorang itu sama seperti yang ada di dalam mimpinya. Tidak lama setelah menikah, muncul berita pelecehan seks tersebar dengan cepatnya. Setelah dilihat bahwa pemuda itu pakaiannya sobek bagian belakang betapa malunya sang Wazir lalu pemuda itu lebih memilih ke dalam penjara bawah tanah.

Penguasa paling suka melanggar hukum. Tapi, anehnya dia juga yang paling suka minta fatwa, apakah hukumnya, halal atau haram? Kenapa halal dan kenapa haram? Tapi, yang paling utama dari semuanya adalah persoalan bagaimana agar sesuatu yang haram itu nampak halal. Syekh Yahya kemudian menyampaikan pandangannya kepada penguasa Abdurrahman dengan berkata, "Berkenaan dengan kasus yang menimpa baginda, yang pertama harus baginda lakukan adalah baginda harus bertaubat." "Dan selain itu baginda harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai kafarah, penebusnya," jelas syekh Yahya. Mendengar penjelasan Syekh Yahya, ulama lain yang hadir hanya bisa manggut manggut. Sementara wajah sang penguasa berubah menjadi pucat karena mengetahui betapa berat hukumannya."Kenapa hukumannya begitu? Bukankah dianjurkan di Al-Qur'an, bagi yang melakukan hubungan seksual di bulan puasa adalah kafarah memberi makan kepada enam puluh orang miskin atau memerdekakan budak?" Tapi, Syekh Yahya dengan santai menjawab, "Kalau sanksinya seperti itu, pasti dia keenakan. Besoknya lagi dia juga akan mengulangi lagi, apa sulitnya memerdekakan budak atau memberi makan?" "Saya sengaja pilihkan sanksi yang berat agar dia tidak main-main dengan hukum," komentar Syekh Yahya. Mendengar alasan Syekh Yahya, ulama yang lain pun tersenyum kan. dan manggut-manggut. Hukum harus ditegakkan.

Buku ini memiliki kelebihan humor yang tidak selalu harus dikonotasikan dengan ketawa terbahak-bahak melainkan membuat pembaca ingin membaca berulang kali. Buku ini terdapat poin-poin penting dan adanya penerapan dari masing-masing bab. Kemudian buku ini menarik untuk yang suka bacaan humor yang dikemas lebih ringan dan santai. Memberikan pengajaran dan pengetahuan tentang seri teladan sufistik. Adapun kekurangan dari buku ini adalah mudah dipahami tetapi ceritanya menggantung, pembahasannya terlalu singkat, keterkaitan antara satu bab dengan bab yang lain kurang menyambung, dan ada beberapa penulisan kata tidak sesuai dengan kaidah  Ejaan Yang Disempurnakan.

         Dalam buku yang berjudul Seri Teladan Humor Sufistik Pemimpin yang Gemblung belum terdapat faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kepemimpinan yang sukses,namun saya mendapatkan faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kepemimpinan yang sukses pada buku dengan pengarang Moid Siddiqui yaitu memposisikan jabatan sebagai keunggulan diri,dan kurangnya pemimpin yang arif, sederhana dan rendah hati. Tidak hanya itu, dalam buku dengan pengarang Seri Teladan Humor Sufistik Pemimpin Gemblung belum menjelaskan seni kepemimpinan apa yang harus dipelajari dari kearifan para bijaksanawan dan sufi,namun saya mendapatkan seni kepemimpinan yang harus dipelajari dari para bijaksanawan dan sufi pada buku dengan pengarang Moid Siddiqui yaitu dengan mengakui kesalahan dan menghargai rakyat.  Sebab menjadi pemimpin yang hebat ciptakan hati sufi yang mengasihi. 

    Judul Buku        : Seri Teladan Humor Sufistik : Pemimpin Yang Gemblung
    Penulis/Editor    : Tasirun Sulaiman
    Penerbit            : Erlangga
    Tebal                 : x+ 81 halaman
    Cetakan/tahun   : Pertama, tahun 2005

Posting Komentar

0 Komentar