Banyak dikatakan oleh pakar manajemen bahwa di zaman sekarang banyak bermunculan orang yang mengatasnamakan dirinya pemimpin, tapi mereka tidak memiliki jiwa kepemimpinan atau leadership. Mereka adalah para pemimpin gemblung yang lahir secara karbitan. Para pemimpin yang hebat adalah lahir dari bawah, dari masyarakat, dan akan terus mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat.
Dalam sejarah kepemimpinan
klasik, kita mengenal tokoh yang dituakan dan dihormati, karena kearifan,
kecakapan, dan senioritas kemudian dijadikan pemimpin; primus inter paress. Kepemimpinan
nasional benar-benar dalam kondisi yang memprihatinkan dan mengenaskan. Mereka
saling berebut dan mengatasnamakan dirinya pemimpin umat, rakyat, wong cilik
atau entah apa namanya, tapi mereka sebenarnya tidak lebih dari para pecundang
yang tidak mengerti apa itu kepemimpinan.
Untuk mengembangkan seri teladan sufistik,
adanya kehadiran buku yang berjudul Seri Teladan Humor Sufistik : Pemimpin
yang Gemblung memang sudah banyak dilempar ke pasaran buku-buku tentang
humor sufi yang jumlahnya bisa ratusan. Akan tetapi, masih ada ruang yang
dirasa masih kosong. Masih ada yang dirasa harus diisi yaitu, bagaimana agar
pesan-pesan yang ada di dalamnya bisa dipahami dengan baik, dan kemudian bisa
dimaknai oleh adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah.
Sang raja beranjak sepuh alias menua, dan
beliau kebetulan tidak memiliki seorang putra mahkota maka dia pun mencoba
mencari cara memilih calon sang raja. Dan calon yang akan diuji adalah dua
orang dekatnya yang sama-sama mengabdi dan setia kepada raja. Kedua orang itu
adalah perdana menteri dan sang juru masak istana. Mereka melaksanakan tes
kelayakan yang diajukan oleh raja adalah sebuah tes yang sangat
sederhana,bahkan sederhana.
Seorang penguasa kecil ingin dipuji-puji
di depan atasannya oleh rakyatnya itu biasa. Malah dengan mendapatkan pujian
dari rakyat maka dia menganggap kemimpinannya berhasil. Atau setidaknya, dia
bisa bersesumbar kecil kalau dirinya adalah pemimpin yang disukai dan dihargai
rakyatnya.
Pada masa Khalifah Harun ada hakim yang dikenal
benar-benar memegang teguh prinsip keadilan. Karena kelewat adilnya, maka
sang hakim memahami keadilan sebagai prinsip sama rata dan tidak pandang bulu.
Tapi sayang, keadilan
itu sendiri sering ditafsirkan terlalu jauh, hingga akhirnya keluar
dan merusak makna dan semangat keadilan itu sendiri.
Suatu hari di tengah panas mentari
Jenderal al Hajjaj berteduh santai dibawah pohon dan ada seorang petani yang
dipanggil olehnya. Tetapi petani tersebut tidak mengetahui bahwa yang memanggil
adalah al-Hajjaj. Dan setelah itu petani tersebut diberikan beberapa pertanyaan
oleh al-Hajjaj. Setelah petani menjawab semua pertanyaan dan memutuskan
melanjutkan perjalanan, tiba-tiba setelah berjalan beberapa saat, beberapa
orang tentara datang dan menangkap petani tersebut atas perintah Jenderal
al-Hajjaj. Setelah petani itu ditangkap, petani baru mengetahui bahwa yang
memanggil dan memberikan pertanyaan adalah Jenderal al-Hajjaj, kemudian petani
tersebut langsung meminta maaf kepada Jenderal al-Hajjaj atas perbuatan yang
sudah dilakukan.
Seorang Hakim yang bernama Abi Himar ingin
segala pekerjaannya dilihat oleh gubernur. Mental semacam ini sudah biasa
menjangkiti pejabat yang tidak punya integritas,mental mencari muka,dan
bermanis-manis di depan atasannya. Mencari muka adalah model kinerja
orang-orang yang tidak memiliki prestasi. Karena tidak memiliki
prestasi,kemudian dia menggunakan cara-cara konvensional dan primordial sebagai
kompensasi untuk meraih suatu posisi atau jabatan.
Sang hakim di sebuah wilayah menjadi imam
sholat jamaah. Ini sudah menjadi tugas dia sehari-hari. Pada suatu hari ketika
hakim sedang menjadi imam jamaah sholat maghrib ia membacakan Surat Al Lahab.
Saat hakim sedang membacakan akhir kalimat, dia membacanya dengan iqlab bacaan
yang suaranya dibalik. Lalu, hakim pun mengulangi bacaannya dan ketika sampai
pada penghujung ayat yang tadi, dia membaca, abi lababiuwabi" ditambah
"i" pada pengakhirnya. Dan tiba-tiba makmum yang lain berkomentar, la
haula wala quwwata illa billah. Ungkapan kali ini benar-benar membuat kesabaran
sang hakim hilang, "Ini salah, itu salah!" "Lalu, yang benar
mana dong?" teriak sang hakim sembari membalik badan ke belakang dengan
tangan dikepal gemas menatapi wajah makmumnya. Sholat jemaah pun batal lantaran
sang ha kim kurang Pe-De alias percaya diri.
Seorang penguasa pada jaman dahulu keluar
malam untuk mengetahui kehidupan warganya pada malam hari. Sang penguasa
berjalan sendiri dalam gelap malam. Anehnya, sang penguasa juga tidak membawa lampu
untuk menerangi jalan dan menabrak orang. Akibat kejadian itu, sang penguasa
menjadi berang. Kemudian dia pun menyalahkan orang tadi kenapa tidak membawa
penerangan dan memarahi pengendara supaya membawa penerangan. Kejadian tersebut
terjadi ketiga kalinya, dan penguasa memarahi pengendara karena tidak membawa
penerangan lagi.
Hasan al-Basri punya sentimen dengan Ibnu
Sirin. Setiap kali nama Ibnu Sirin disebut maka perut Hasan al-Basri tiba-tiba
merasa mual. Tapi suatu ketika Hasan al-Basri mengalami mimpi aneh. Karena dia
merasakan ada yang aneh dengan mimpinya,dia pun gelisah. Dia ingin ada orang
yang bisa membantu menafsirkan dan mentawilkan mimpinya itu. Tetapi yang bisa
membantu menafsirkan dan mentawilkan mimpinya adalah musuh bebuyutannya yaitu Ibnu
Sirin. Hasan al-Basri terkenal sangat jaim dan gengsi terhadap Ibnu Sirin.
Adanya kejadian mimpi aneh disitulah akhirnya Hasan al-Basri tidak jaim atau
tidak gengsi meminta bantuan kepada Ibnu Sirin.
Ketika Zulaikha beranjak remaja, Zulaikha
bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang sangat tampan. Dalam mimpinya
pemuda itu mengatakan dirinya berasal dari Mesir. Zulaikha dilamar raja-raja
dan orang-orang kaya dia menolak, tetapi ketika ada seorang pejabat petinggi
Wazir dari kerajaan Hykos Mesir melamarnya dia langsung menyetujuinya karena
seorang itu sama seperti yang ada di dalam mimpinya. Tidak lama setelah
menikah, muncul berita pelecehan seks tersebar dengan cepatnya. Setelah dilihat
bahwa pemuda itu pakaiannya sobek bagian belakang betapa malunya sang Wazir
lalu pemuda itu lebih memilih ke dalam penjara bawah tanah.
Penguasa paling suka melanggar hukum.
Tapi, anehnya dia juga yang paling suka minta fatwa, apakah hukumnya, halal
atau haram? Kenapa halal dan kenapa haram? Tapi, yang paling utama dari
semuanya adalah persoalan bagaimana agar sesuatu yang haram itu nampak halal.
Syekh Yahya kemudian menyampaikan pandangannya kepada penguasa Abdurrahman
dengan berkata, "Berkenaan dengan kasus yang menimpa baginda, yang pertama
harus baginda lakukan adalah baginda harus bertaubat." "Dan selain
itu baginda harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai kafarah,
penebusnya," jelas syekh Yahya. Mendengar penjelasan Syekh Yahya, ulama
lain yang hadir hanya bisa manggut manggut. Sementara wajah sang penguasa
berubah menjadi pucat karena mengetahui betapa berat hukumannya."Kenapa
hukumannya begitu? Bukankah dianjurkan di Al-Qur'an, bagi yang melakukan
hubungan seksual di bulan puasa adalah kafarah memberi makan kepada enam puluh
orang miskin atau memerdekakan budak?" Tapi, Syekh Yahya dengan santai
menjawab, "Kalau sanksinya seperti itu, pasti dia keenakan. Besoknya lagi
dia juga akan mengulangi lagi, apa sulitnya memerdekakan budak atau memberi
makan?" "Saya sengaja pilihkan sanksi yang berat agar dia tidak
main-main dengan hukum," komentar Syekh Yahya. Mendengar alasan Syekh
Yahya, ulama yang lain pun tersenyum kan. dan manggut-manggut. Hukum
harus ditegakkan.
Buku ini memiliki kelebihan humor yang
tidak selalu harus dikonotasikan dengan ketawa terbahak-bahak melainkan membuat
pembaca ingin membaca berulang kali. Buku ini terdapat poin-poin penting dan
adanya penerapan dari masing-masing bab. Kemudian buku ini menarik untuk yang
suka bacaan humor yang dikemas lebih ringan dan santai. Memberikan pengajaran
dan pengetahuan tentang seri teladan sufistik. Adapun kekurangan dari buku ini
adalah mudah dipahami tetapi ceritanya menggantung, pembahasannya terlalu
singkat, keterkaitan antara satu bab dengan bab yang lain kurang menyambung,
dan ada beberapa penulisan kata tidak sesuai dengan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan.
0 Komentar