Sumber: Pinterest |
Senja perlahan merekah, merambat di langit dengan semburat jingga yang lembut. Cahaya keemasan perlahan menembus tirai kamar Syafa. Ia duduk di depan laptopnya, tenggelam dalam diam ditemani alunan musik pelan. Di layar, wajah Ali muncul, teman virtual yang telah menemaninya setahun terakhir. Mereka berkenalan lewat sebuah aplikasi online.
"Udah lihat challenge TikTok terbaru?" tanya Ali, tawa ringan terpancar dari wajahnya. Syafa mengangguk.
"Udah dong, aku malah nyoba bikin versi lucunya. Tapi kayaknya bakal gagal total," balasnya sambil terkekeh.
Meskipun mereka dipisahkan ratusan kilometer, Syafa selalu merasa dekat dengan Ali, seakan jarak itu tak pernah benar-benar ada. Setiap obrolan yang dilakukan, meski sederhana, mampu mengisi ruang yang kosong dalam keseharian mereka yang terasa monoton.
Setiap malam, Syafa dan Ali mengadakan "nongkrong virtual." Mereka berbagi cerita, tertawa, dan bermain game bersama. Bagi Syafa, ini lebih dari sekadar pelarian. Di dunia nyata, hidupnya disibukkan dengan rutinitas yang membosankan. Namun, ketika di balik layar, dia menemukan kebebasan, sebuah dunia di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi.
Malam itu, Ali melontarkan sebuah ide. "Eh, gimana kalau kita ketemuan langsung? Aku libur bulan depan, bisa ke kotamu, Sya!" katanya dengan antusias.
Jantung Syafa berdetak cepat. Ketemuan langsung? Rasanya bukan sebuah ide buruk. Tapi dia belum pernah bertemu teman virtual di kehidupan nyata. Ada rasa senang sekaligus gugup.
Syafa merasa ragu, tetapi senyum kecil tercipta di bibirnya. "Oke, aku setuju. Kita ketemuan."
Hari yang dinanti pun tiba. Syafa duduk di sudut sebuah kafe kecil yang sudah mereka sepakati. Ia merasa gugup. Bagaimana jika tawa yang biasa mereka bagi di ruang virtual terasa canggung?
Bel pintu kafe berbunyi, menandakan seseorang masuk. Syafa menoleh, dan di sana, berdiri Ali. Lebih tinggi dari bayangannya di layar virtual, dengan senyum yang tak berubah. Mereka saling tersenyum tetapi ada jeda canggung sejenak.
"Hei, Sya," sapa Ali ceria.
"Hei," jawab Syafa dengan senyuman sambil menyembunyikan kegugupannya.
Di awal pertemuan, ada rasa canggung yang terasa, tetapi perlahan tawa dan canda khas mereka di dunia virtual mulai muncul. Hari itu, waktu berlalu begitu cepat. Mereka berbagi cerita, tertawa, dan bahkan membicarakan hal-hal konyol. Segala keraguan yang sempat Syafa rasakan seolah memudar, digantikan oleh kenyataan bahwa Ali tetap menjadi sosok yang menyenangkan, sama seperti ketika berbagi cerita di ruang virtual.
Di penghujung hari, Syafa mendapatkan pesan dari Ali. "Senang banget akhirnya bisa ketemu. Ternyata kamu lebih seru di dunia nyata ya."
Syafa tersenyum, menatap pesan itu sejenak sebelum mengetik balasan. "Sama! Ternyata, kita nggak jauh beda ya. Bahkan, mungkin lebih baik."
Malam itu, melalui jendela kamarnya, Syafa menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit malam. Dia merenung, hubungan pertemanan tidak selalu dimulai dari dunia nyata. Dan di balik layar itu, Syafa menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar koneksi digital; dia menemukan teman sejati.
Hari-hari berikutnya, meskipun mereka kembali ke ruang virtual, ada kehangatan di balik setiap pesan, ada kenangan nyata di setiap obrolan yang mereka bagi. Meski jarak secara fisik masih ada, hati mereka akan selalu terhubung.
Penulis: Sasi Shafiqah Yuniana
Editor: Ghulama Rashif Faza & Dwi Aryanti
0 Komentar